Cara Mengoptimalkan Proses Produksi Pakaian Berkelanjutan – Busana merupakan salah satu pakaian yang sangat familiar di telinga Mamah sehari-hari, bahkan bisa dibilang paling setia menemani Mamah (berupa mencuci dan menyetrika, red.). Sebelum kita menjadi seorang ibu, kita dibesarkan dengan budaya untuk selalu memperhatikan penampilan, menyesuaikan pakaian dan aksesoris kita dengan acara yang akan kita hadiri, lokasi yang kita kunjungi, termasuk adat istiadat setempat yang harus dihormati.
Setelah menjadi ibu, tanggung jawab kita bertambah dalam memilih dan menyiapkan pakaian untuk suami dan anak. Seiring dengan pertumbuhan dan bertambahnya jumlah anak, menjadi tantangan bagi ibu untuk membagi anggaran belanja, mengatur tata letak lemari pakaian bahkan menyusun strategi mengatasi tumpukan setrika agar dapat menyiapkan pakaian sesuai kebutuhan semua. anggota keluarga. Seragam sekolah, pakaian kantor, baju renang, kaos kaki, kemeja batik, hijab, seragam pengajian dan berbagai jenis pakaian termasuk tanggung jawab Mamah.
Cara Mengoptimalkan Proses Produksi Pakaian Berkelanjutan
Mirisnya, ternyata industri pakaian memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Sebagaimana dilansir dalam laporan [1], industri pakaian merupakan penyumbang polusi terbesar kedua di dunia, satu tingkat di bawah industri minyak. Pewarna pakaian menyebabkan pencemaran air sungai, terutama di negara-negara berkembang yang pengelolaan air limbahnya masih buruk. Selain itu, produksi pakaian juga menghabiskan banyak sumber daya. National Geographic menyatakan bahwa dibutuhkan 2.700 liter air untuk menghasilkan kaos katun! Belum lagi sumber kain, listrik, tenaga manusia serta proses distribusi dan pengemasan pakaian tersebut sampai ke tangan kita.
Busana Yang Berkelanjutan Jadi Fokus Baru Fast Retailing
Oleh karena itu, ternyata melalui pakaian kita bisa berperan besar dalam mewujudkan kehidupan yang lebih ramah lingkungan. Caranya adalah dengan menerapkan penggunaan pakaian ramah lingkungan atau biasa disebut dengan Sustainable Clothing
. Sustainable sandang merupakan pemenuhan kebutuhan sandang yang dilakukan dengan memperhatikan kelestarian alam dan generasi mendatang. Praktik pakaian berkelanjutan ini dapat dilakukan dengan mengurangi pembelian bahan pakaian baru (
Kita harus mengurangi pembelian bahan pakaian baru sebanyak mungkin. Jika tidak mutlak diperlukan, kita bisa menahan keinginan untuk membeli baju baru, baik untuk diri sendiri maupun untuk anak kita. Itu tidak mudah, bukan?
Dompet ketika Anda melihat iklan dan penawaran pakaian bagus untuk anak-anak, terutama jika sedang diskon. Namun, mari kita ingat kembali bahwa perusahaan pakaian ramah lingkungan ini juga akan memberikan manfaat bagi mereka, anak-anak kita, dan generasi penerus nanti. Sehingga kedepannya mereka dapat hidup di bumi yang lebih sehat dan segar, tanpa kekurangan air dan udara bersih.
Tampil Trendi Dengan Kain Tropical Dan Tips Memilih Dan Mengenakan Kain Ini Sepanjang Tahun
Sehingga pakaian yang ada bisa mendapatkan tampilan yang baru dan lebih segar. Di dalam lemari kita bisa memilih beberapa pakaian basic yang nyaman dipakai, misalnya jeans, rok hitam, gamis warna pastel, dan lain sebagainya; kemudian carilah pakaian yang serasi dan aksesoris lain yang sesuai. Jadi tanpa menambah busana kita tetap bisa tampil dengan banyak variasi.
Atau orang lain untuk mendapatkan inspirasi. Percayalah, memiliki baju yang cukup jauh lebih mudah bagi ibu dibandingkan memiliki baju yang banyak. Dijamin tumpukan cucian dan setrika juga akan berkurang jika pakaian kita tidak terus bertambah jumlahnya.
Blazer dan celana hitam yang saya kenakan saat mengajar di kampus selama satu semester. Selama 28 pertemuan saya memakai blazer dan celana hitam ini, hanya mengganti variasi jilbab dan kaos di bawah blazer.
Strategi lainnya adalah dengan menerapkan #shoppinginthecloset, atau saling meminjam baju untuk mengurangi kebutuhan membeli baju baru. Misalnya saat Hari Raya, salah satu momen yang bisa dijadikan alasan untuk punya baju baru. Kita bisa mencoba mencari baju di lemari anggota keluarga lain agar tidak perlu membeli baju baru. Pakaian yang terlalu besar atau tidak pas bisa kita sesuaikan sendiri (bila kita bisa menjahitnya) atau dengan bantuan penjahit biasa.
Koperasi Digital: Kolaborasi Startup Desa
Keluarga kami sering #berbelanja lemari pakaian untuk acara-acara khusus, seperti Hari Raya, bahkan saat ada pesta kostum di sekolah, atau acara yang menggunakan pakaian khusus (
). Selain belanja di lemari sendiri, kita juga beberapa kali belanja di lemari teman atau tetangga alias pinjam! Kami berpegang pada prinsip bahwa Anda tidak boleh malu untuk meminjam barang dan tidak boleh segan untuk meminjamkan barang, apalagi jika barang tersebut hanya digunakan dalam waktu singkat. Misalnya hanya digunakan satu hari dalam setahun untuk acara sekolah, sehingga tidak sayang jika kita harus membelinya setiap tahun.
Meskipun anak-anak bertambah besar setiap tahunnya, ukuran pakaiannya juga akan berubah. Selain sayang uang, sayang juga ruang di lemari malah dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang yang tidak terpakai sebagaimana mestinya. Jika kita mempunyai baju-baju yang sahabat perlukan, misal gamis dan hijab dengan warna tertentu, yang sahabat perlukan untuk acara spesial yang hanya terjadi satu kali, dengan senang hati kami akan meminjamkannya agar sahabat tidak perlu memesannya. apalagi untuk event itu beli yang baru.
Dengan meminjam satu sama lain, kita belajar untuk saling percaya dan menangani berbagai hal dengan baik. Karena pakaian tersebut harus kita kembalikan kepada pemiliknya dalam keadaan baik bukan? Lagipula, seharusnya semua barang dan pakaian yang kita miliki sekarang ‘dipinjam’ dari Yang Maha Kuasa, bukan? Jadi kita harus saling membantu dengan sesama ‘peminjam’, ibu-ibu lain yang mungkin bisa memanfaatkan pakaian kita yang tidak terpakai di rumah.
Manajemen Rantai Pasokan: Apa Itu Rantai Pasok?
Cara menerapkan pakaian berkelanjutan yang kedua adalah dengan mengoptimalkan penggunaan bahan pakaian, termasuk penggunaan pakaian ‘bekas’ yang masih layak pakai. Masyarakat kita sebenarnya sudah terbiasa menggunakan pakaian dan barang yang berlimpah. Sayangnya pengguna barang bekas masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum karena masyarakat kita biasanya memberikan barang bekas kepada orang-orang yang dianggap kurang mampu secara ekonomi dan/atau sosial. Biasanya kita enggan menawarkan barang bekas kepada teman atau saudara yang kita yakin mampu secara ekonomi sama dengan diri kita sendiri.
Selain itu, ada juga masyarakat yang menganggap penggunaan barang bekas akan menurunkan tingkat kehormatan atau nilainya di mata masyarakat. Memberikan barang bekas kepada anak juga dipandang sebagai ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya. Beberapa kali saya jumpai orang tua yang menolak pakaian bekas untuk anaknya karena sayang pada anaknya. “Apakah sebenarnya sudah waktunya bagi anak-anak untuk membeli barang bekas?” Itu biasanya komentar mereka. Bagi saya, dan semoga banyak ibu di antara kita, kecintaan terhadap anak sebenarnya dapat diwujudkan melalui upaya pakaian yang ramah lingkungan, yang akan membuahkan hasil berupa lingkungan hidup yang lebih baik bagi anak-anak kita dan generasi penerus.
Sejak kecil saya dan suami, keduanya merupakan anak bungsu dalam keluarga besar, sudah terbiasa memakai pakaian bekas kakak-kakak kami. Tidak ada sedikit pun rasa terhina atau terhina ketika kakak-kakak memberi kami pakaian bekas untuk dipakai. Demikian pula, tidak ada niat sama sekali untuk merendahkan atau memandang rendah orang-orang yang menerima karunia berupa barang dan pakaian kita. Kaos atau jaket bisa digunakan secara maksimal oleh anak-anak. Alhamdulillah, beliau telah menitipkan ketiga orang putri saya kepada keluarga saya sehingga kebutuhan sandangnya dapat tercukupi melalui pakaian yang diwariskan secara turun temurun melalui keluarga besar dan sahabat. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, dari topi hingga sepatu, ketiga anak ini akan memakainya dalam waktu yang lama, bahkan sampai bisa diwariskan kepada anak tetangga lain yang usianya lebih muda dari si bungsu.
Misalnya, topi yang sama dipakai oleh tiga anak pada tahun yang berbeda. Dari kiri ke kanan: anak bungsu (2019), anak tengah (2013) dan anak sulung (2011)
Nahp: Akselerasi Penyediaan Hunian Layak Bagi Mbr
Dengan ide untuk mencoba mengoptimalkan penggunaan pakaian, kita juga dilatih untuk merawat pakaian dan barang lainnya dengan lebih baik, agar dapat bertahan hingga bertahun-tahun yang akan datang. Kita juga belajar memilih pakaian dengan bahan dan kualitas yang lebih baik, tidak asal-asalan, dan terhindar dari industri pakaian yang serba cepat (
Isi lemari pakaian saya dan suami terdiri dari pakaian empat musim, dan sebagian besar merupakan barang bekas dari teman, saudara, dan toko pakaian bekas.
Manfaat lain dari membiasakan memakai baju bekas atau baju bekas adalah dapat menjadi bahan cerita bagi anak. Misalnya, jika kita melihat dua gambar pakaian yang sama yang dikenakan oleh anak yang berbeda, kita dapat mengajak anak untuk membayangkan situasi dan keadaan yang berbeda di mana pakaian tersebut dikenakan. Atau kita juga bisa menggunakannya sebagai bahan untuk mengarang cerita bersama anak, tentang pengalaman pakaian favoritnya selama ini, dipakai oleh anak yang berbeda di acara dan tempat yang berbeda.
Kaos yang dikenakan sang kakak di Lembang tahun 2013 dipakai oleh sang adik di Jerman pada tahun 2021. Pasti banyak cerita bagaimana kaos ini membimbing anak-anak dalam beraktivitas.
Semarak Fast Fashion Lebaran: Peluang Atau Ancaman
Yuk, biasakan anak untuk tidak malu memakai baju bekas kakaknya, atau baju bekas temannya. Sekalipun kita memberikan pakaian bekas kita kepada orang lain, kita harus menjelaskan bahwa hal ini dilakukan agar barang tersebut dapat lebih berguna dan bersama-sama dengan penerima barang, kita berusaha mengurangi dampak lingkungan dari pembelian pakaian baru. . Jadi saling memberi barang bekas bukan karena kasihan apalagi membuat penerimanya terkesan minder dengan kita, tapi merupakan upaya bersama untuk menjaga kelestarian alam.
Cara lain untuk menerapkan pakaian ramah lingkungan adalah dengan memperbaiki pakaian yang rusak untuk memperpanjang umurnya. Karena keputusan untuk mengurangi pembelian bahan pakaian baru dan menggunakan pakaian yang sudah ada, termasuk pakaian bekas sumbangan orang lain, mau tidak mau bahan pakaian yang digunakan tidak 100 persen baru. Penggunaan berulang kali menyebabkan lubang dan retakan di beberapa tempat.
Saya biasanya menjahit lubang-lubang kecil pada baju, celana, tas, sepatu, kaos kaki dan bahan pakaian lainnya agar bisa digunakan kembali. Anda sebenarnya tidak memerlukan mesin jahit untuk memperbaiki bahan pakaian. Dengan menjahit tangan sederhana, benang, jarum dan gunting, saya dapat memperbaiki keliman yang longgar, menambal lubang dan merenovasi pakaian yang rusak agar dapat digunakan kembali. Terdapat juga bahan tambal yang dapat digunakan untuk menambal lubang pada pakaian anak dengan cara ditempel dan disetrika sehingga memudahkan bagi yang tidak bisa menjahit.
Contoh di foto ini adalah sepatu kesukaan si bungsu. Sepatu ini adalah hadiah
Fast Fashion: Apa, Mengapa, Dan Bagaimana?
Proses produksi tas, proses produksi sabun, proses produksi air mineral, cara memulai usaha produksi pakaian, proses produksi karet, proses produksi manufaktur, proses produksi tambang batubara, alur proses produksi pakaian, proses produksi aqua, proses produksi amdk, produksi pakaian, proses produksi